Ternyata Dia
Aku terbangun dari tidur. Kusibak
tirai hitam yang menghiasi jendela kamar. Ku sambut pagi yang cerah dengan senyuman
hangat. Ku ambil handphone ku yang terletak diatas meja belajarku, kemudian
membalas sms dari teman-temanku yang masuk saat aku tidur. Kemudian pandangan
ku beralih pada jam dinding yang bergantung indah di tembok kamarku. Tepat
pukul 07.00 pagi. Aku tersentak!. “Astaga! Pagi ini aku ada mata kuliah dengan
dosen paling killer pula,”aku menggerutu sambil bergegas menuju kamar mandi.
Aku hanya bisa berharap semoga pagi ini tak bernasib na’as seperti pagi-pagi ku
sebelumnya.
Selesai mandi aku langsung menuju
lantai dasar rumahku, dikarenakan kamarku ada dilantai 2. “Ma, aku pergi dulu
ya,”teriak ku sambil menyambar sepotong roti yang sudah dioleskan selai coklat
kesukaan ku. Aku bergegas menuju mobil sport pribadi ku tanpa menghiraukan
jawaban dari Mama ku terlebih dulu. “Ah, sial!. Macet lagi. Pasti dosen ku itu
sudah tiba lebih dulu dikampus. Tamatlah riwayatku,”ujarku kesal karena
terjebak macet. Beberapa menit kemudian akhirnya aku sampai dikampus. Aku
bergegas turun dari mobil dan berlari menuju ruang kelasku yang letaknya
dilantai 3. “Tok..tok..tok!,”aku membuka pintu dengan perlahan-lahan. Tapi tak
ada yang membukakannya. Aku memutuskan untuk membukanya sendiri. Ternyata dosen
ku itu belum datang, atau bahkan tidak datang. Teman-temanku hanya bercengkrama
didalam kelas.”Hhhh...alhamdulillah,”aku menghela nafas, lega, karena ini
adalah kali pertama aku tidak berurusan dengan dosen killer itu.
Jadwal mata kuliah hari ini sudah
selesai. Aku memutuskan untuk makan dikantin dengan 4 sahabatku, Vita, Zian,
Wika, dan Juno.
“Nikky,
kamu mesen apa?,”tanya Zian padaku.
“Aduh
Zi, kamu kayak baru kali ini aj makan sama aku. Kayak biasa, mi ayam tanpa sasa
dan sayur,”jawabku sambil menaruh tas di kursi kosong yang ada disampingku.
“Maaf
deh nona, lain kali ngga bakal lupa lagi kok,”jawab Zian.
Tiba-tiba
Vita memotong pembicaraan,”Eh Nik, liat tuh. Viky mandangin kamu terus dari
tadi. Senyum dikit kek, kasian tu anak orang...jadi bertepuk sebelah tangan”.
Ya...aku akui sebenarnya dari tadi aku juga ngeliatin Viky diam-diam. Entah
kenapa, jantungku slalu dag dig dug bagaikan pedal drum saat ia ada
disekitarku. Padahal Viky itu bangor banget. Terus sombong. Mungkin karena
orang tuanya donatur terbesar di kampus ini. Nggak jarang aku jengkel padanya
karena ia sering mengganggu ku. Tapi nggak jarang juga aku ingin selalu
melihatnya setiap ia menghilang dari pandangan ku. aku juga nggak tahu harus
menyimpulkan perasaan ku ini bagaimana. Bingung!.
”Apaan
sih kamu! Bodo amat! Lagian siapa yang mau ama cowok bangor, dan suka berantem
kayak dia. Aku aja sering dijahilin,”bantahku dengan ketus. Aku tidak ingin
sahabatku tahu kalau diam-diam aku sering memperhatikan Viky. Jadi setiap
mereka membahas soal Viky, aku slalu membantahnya.
“Iya
sih, kasian juga sahabat ku ini ntar. Maaf deh, kan cuma bercanda. Jangan marah
gitu donk. Ntar cepet keriput tu muka”.
“Aku
nggak marah kok. Santai donk neng, nggak perlu cemas gitu”.
“Iya
deh, iya,”jawab Vita.
Tak
lama kemudian makanan yang kami pesan pun datang, kami langsung melahapnya. Setelah
perut terasa kenyang, terlihat jam sudah menunjukkan pukul 13.05. Aku baru
ingat, tadi malam Mama berpesan padaku untuk cepat pulang setelah mata kuliah
ku selesai. Ya,, mudah-mudahan saja tak ada kabar buruk. Karena tumben-tumbenan
juga Mama menyuruhku langsung pulang.
Selesai makan, aku dan keempat sahabatku pulang ke rumah masing-masing.
Aku tiba dirumah pukul 13.15.
“Ma,
aku pulang,”ucapku sambil membuka pintu rumah.
“Ya
sayang. Anak Mama udah makan siang belum?”.
“Udah
kok Ma, tadi sempat makan dikampus sebentar”.
“Ya
udah. Sekarang shalat dulu sana. Habis itu langsung dandan yang rapi dan cantik
ya. Karena ada tamu yang mau datang”.
“Tamu??
Siapa Ma??,”tanyaku penasaran.
“Udah...shalat
dulu sana. Ntar kamu juga bakalan tahu kok”.
“Ya
deh. Sok misterius ni si Mama,”jawabku dengan santai.
Aku segera mengambil wudhu’ untuk melakukan
shalat zhuhur. Selesai shalat, terdengar suara Mama memanggilku dari lantai
dasar,”Nikky, cepat turun sayang. Tamunya udah datang nih!”. “Iya
Ma..sebentar”. Beberapa menit kamudian, aku pun turun ke lantai dasar dengan
dandanan yang rapi dan cantik seperti yang disuruh oleh Mama ku tadi.
“Nah,
ini putri saya Nikky,”Papa memperkenalkan ku pada kedua orang itu. Sepertinya
mereka sepasang suami isrtri. Hhmm...mungkin teman atau partner kerja Papa. Aku
juga nggak tahu pasti sih. Yuk kita liat aja.
“Nikky,
ini Bu Gita dan Pak Haryono. Mereka ini sahabat Papa dari kecil. Sampai
sekarang pun kami masih satu kantor,”Papa juga memperkenalkan kedua orang itu
padaku. Benar kan,, mereka itu teman Papa. Mungkin cuma mau silaturrahmi.
“Hai
om, tante, aku Nikky,”aku menyapa mereka. Biar suasana lebih hangat gitu.
“Wah,
kamu cantik sekali ya. Sama cantiknya dengan Mama mu waktu muda dulu,”Tante
Gita memujiku.
“Ah,
nggak kok tante. Lebih cantikan Mama dari pada aku. Ya kan pa??,”aku menjawab
dengan penuh canda.
“Iya
dong. Istri siapa dulu,”jawab Papa.
Hhhmm...terlalu
banyak basa basi ya. Mereka pun kemudian
berbincang-bincang. Aku hanya diam, karena tak mengerti apa yang mereka
bicarakan. Namun sesekali tersenyum. Aku berusaha memahami apa yang mereka
bicarakan. Ternyata,,, aku akan dijodohkan dengan anak Bu Gita dan Pak Haryono.
Perjodohan itu timbul karena kesepakatan antara Papa dan kedua temannya itu.
Dulu mereka pernah sepakat untuk menjodohkan anak mereka. Dan aku tidak
diberitahu sama sekali soal pertemuan ini. Untung saja mereka tidak membawa
putranya, bisa mati kutu aku. Oh Tuhan, mimpi apa aku semalam. Zaman sekarang
masih ada perjodohan. Emangnya zaman Siti Nurbaya apa!. Dengan kesal, aku
langsung berlari menuju kamarku. Papa dan Mama sepertinya kaget dengan sikap ku
itu. Memang sangat tidak sopan sih. Tapi mau gimana lagi, aku bingung harus
menolaknya bagaimana.
10
menit kemudian, Papa dan Mama menyusulku ke kamar. Papa sangat marah padaku.
Mungkin ia pada malu pada sahabatnya itu karena sikap ku yang meninggalkan
mereka dengan tidak sopan. Sedangkan Mama berusaha menenangkan Papa. Setelah
Papa keluar dari kamarku, Mama berusaha menjelaskan semua ini padaku. Alasan
mereka tidak ingin memberitahuku terlebih dulu adalah karena tidak ingin
membuatku pusing karena memikirkan perjodohan yang terlalu dini. Mereka ingin
aku fokus belajar dulu. Dan saat aku beranjak dewasa seperti saat ini, mereka
memutuskan untuk memeritahuku melalui pertemuan 2 keluarga itu. Aku masih tetap
pada pendirian ku untuk tidak menerima perjodohan itu. Mama pun sepertinya
kewalahan menghadapi penolakan ku itu. Ya..mudah-mudahan saja Papa dan Mama
berubah pikiran, dan segera membatalkan perjodohan kuno itu.
Keesokan
harinya, aku berangkat ke kampus tanpa pamit dengan kedua orang tua ku itu.
Saat akan memasuki mobil sportku, tiba-tiba Mama memanggilku,”Nikky, nggak
sarapan dulu. Mama udah nyiapin roti dengan selai coklat kesukaanmu. Makan dulu
ya sayang”. Itulah Mama ku. Beliau slalu perhatian padaku dalam keadaan apapun.
Tapi aku malah menjawab,”Nggak. Aku udah kenyang”. Kata-kata itu spontan keluar
dari mulutku. Kemudian aku langsung masuk ke mobil dan segera menuju kampus.
Aku tahu, Mama pasti sedih dengan sikap ku itu. Maafkan aku Ma. Memang tidak
sepantasnya aku bersikap begitu. Tapi semua itu dikarenakan aku yang masih
kesal terhadap keputusan Mama dan Papa yang tidak mendiskusikannya dengan ku terlebih
dahulu.
Aku
tiba di kampus dengan muka yang kusut. Dari kejauhan terdengar Wika
memangilku,”Nikky, sini. Anak-anak udah pada ngumpul nih”. Aku berjalan dengan
gontai ke arah sahabat-sahabatku. Masih tampak raut wajahku yang murung. Aku
duduk ditengah-tengah mereka yang sedang asik bercengkrama. “Nik, kamu kenapa?
Kok mukanya kusut gitu kayak habis nangis. Lagi ada masalah ya. Cerita dong
sama kita-kita. Siapa tahu kita bisa bantu,”tanya Juno. Semalaman aku memang
menangis memikirkan nasib ku akibat
perjodohan itu. “Gini, kemaren ada sahabat Papaku datang kerumah.
Ternyata Papa ku dan sahabatnya itu, dulu pernah sepakat untuk menjodohkan anak
mereka. Jadi, aku akan dijodohkan dengan anak sahabat Papa ku itu. Dan aku
tidak pernah diberihatu sebelumnya. Terus terang aku langsung menolak. Tapi
Papa malah marah padaku,”aku menjelaskan pada sahabat-sahabatku. “Wah,, gila.
Zaman sekarang masih ada jodoh-jodohan. Terus kamu udah ketemu sama cowok yang
akan dijodohkan dengan mu itu?,”tanya Zian. Aku menjawab,”Ya belum sih. Aku
nggak tahu orangnya gimana, sifatnya gimana dan lain-lainnya. “Ya udah deh Nik,
ntar kita cari jalan keluarnya bareng-bareng. Sekarang happy-happy dulu dong.
Ke kantin yuk,”Zian berusaha menghiburku. “Ya deh!,”aku menjawab dengan simple
namun tersenyum.
Pukul
14.00 aku pulang kerumah, masih dalam keadaan murung dan kesal. Dirumah
terlihat ada tamu lagi yang sedang berbincang-bincang dengan kedua orang tua
ku. Aku melangkah menuju mereka.
“Nikky”.
“Viky”.
“Kamu
ngapain disini?,”tanya ku pada Viky yang berada ditengah-tengah kedua orang tua
ku, Tante Gita dan Om Haryono.
“Ma,
Pa, jadi yang mau dijodohkan dengan ku itu Nikky,”Viky bertanya pada Tante Gita
dan Om Haryono yang ternyata adalah orang tuanya.
“Jadi
kalian udah saling kenal ya. Bagus dong! Jadi kita nggak perlu repot-repot lagi
ngenalin kalian berdua,”jawab Mama Viky alias Tante Gita.
“Ha,
jadi kamu Vik. Mama sama Papa kok nggak ngasih tahu sih,”tanya ku pada kedua
orang tua ku.
“Ma,
perjodohannya nggak jadi dibatalin deh. Kalau yang ini sih aku mau,”ujar Viky.
“Nah,
gitu dong. Itu baru anak Mama,”jawab Mama Viky.
“Nik,
maaf ya selama ini aku sering jahilin kamu. Itu karena aku pengen dapet
perhatian dari kamu. Sebenarnya udah dari dulu aku naksir kamu Nik. Aku sayang
sama kamu. Kamu mau kan kalau perjodohan ini tetap dilanjutin?,”Viky
mengungkapkan perasaannya padaku.
Aku
menjawab,”Ma, Pa, aku nggak mau!”.
“Lho,
kok nggak sih Nik. Bukannya kamu juga suka sama aku. Diam-diam kamu sering
merhatiin aku kan di kampus. Tapi kok malah...”
Aku
memotong pembicaraan Viky,”Aku ngga mau.....! Nggak mau nolak maksudnya”.
“Hah,
beneran Nik?? Serius??”
“Iya,,
duarius malahan”.
Kedua
orang tua kami tampak tersenyum lega. Semenjak itu, aku dan Viky bertunangan.
Dan terus melanjutkan pendidikan dulu sampai selesai. Aku pun menceritakan
semuanya pada sahabat-sahabatku bahwa aku juga sudah lama menyukai Viky.
Sahabat-sahabatku pun tertawa, karena mereka sudah menyangka kalau aku menyukai
Viky. Karena mereka sering melihatku memperhatikan Viky diam-diam. Aku dan Viky
pun menjalani hari-hari bersama. Dan tentu saja ia tidak menjahili ku lagi.
Komentar
Posting Komentar